Mengapa bekas jajahan Inggris Raya Cenderung Menjadi Negara Maju Setelah Merdeka ?

Informasi yang perlu kita semua tahu: siapa penjajahnya TIDAK menentukan kemajuan suatu negara.
Yang sering dibanding-bandingkan orang tentunya adalah Indonesia (bekas koloni Belanda) vs Singapura dan Malaysia (bekas koloni Inggris). Singapura dan Malaysia lebih maju BUKAN karena mereka dijajah Inggris, tapi karena mereka punya keuntungan geografis dan demografis dan juga jalan sejarahnya.
Singapura itu adalah city-state (negara seukuran kota). Penduduk hanya sedikit. Mungkin mereka miskin sumber daya alam, tapi lokasi geografis mereka amat sangat strategis karena ada di salah satu persimpangan paling strategis di dunia, yaitu antara Selat Malaka dan Laut China Selatan. Semua lalu lintas perdagangan dari arah Eropa, Afrika, dan Asia lewat ke persimpangan ini menuju ke Asia Timur. Setelah mendapat banyak uang sebagai pelabuhan transit, ukuran Singapura yang kecil membuat negara itu lebih mudah diatur dan dipelihara. Saya sering bilang, lebih mudah jadi perdana menteri Singapura daripada gubernur Jakarta. Mungkin oversimplifikasi, tapi memang tantangan Jakarta rasanya jauh lebih kompleks daripada Singapura. Apalagi Indonesia.
Malaysia juga jangan dibanding-bandingkan dengan Indonesia. Itu negara yang secara geografis simpel: Semenanjung Malaka dan Borneo Utara. Mereka tidak punya banyak tantangan dalam mempersatukan negara dengan geografi sederhana seperti itu. Pemerataan pembangunan dan ekonomi mudah dilakukan dan perbatasan mudah dijaga karena tidak banyak. Selain itu, proses kemerdekaan Malaysia tidak dengan perang, sehingga negara itu bisa memulai pembangunan sesegera mungkin setelah memperoleh kedaulatan.
Bandingkan dengan Indonesia. Melihat peta saja sudah terlihat what a geographical mess this country is. Pulau-pulau berantakan dari Barat ke Timur. Bagaimana menyatukan negara dipisah oleh tantangan alam berat seperti ini? Bagaimana membuat rakyat di perbatasan dengan Papua Nugini merasa bersaudara dengan rakyat di ujung Aceh sana? Bagaimana membuat orang Melayu di Kepulauan Riau merasa sebagai ‘Indonesia’ dan bukan Malaysia walaupun secara geografis lebih dekat ke Malaysia? Bagaimana menjaga harga kebutuhan pokok dan material di Jawa sama dengan di Papua yang jauh atau di NTT yang tandus? Bagaimana membuat ekonomi dan pembangunan merata di pulau-pulau yang kondisi alam dan geografinya belang belantong begini?? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siapa pun yang menjadi presiden Indonesia dari jaman Sukarno sampai Jokowi. Biaya untuk menjawab pertanyan-pertanyaan ini tidaklah kecil.
Ini kita belum bicara demografinya. Indonesia adalah negara dengan jumlah etnis pribumi terbesar di dunia dan bahasa tradisional terbanyak di dunia. Tidak semua etnis itu ikutan di Sumpah Pemuda 1928. Ada bahkan yang baru mengenal peradaban luar di abad 20. Sementara etnis lain sudah membangun candi Borobudur sebelum ada kerajaan Inggris, yang lain sudah berdiplomasi dengan Imperium Ottoman dan Kekaisaran China jauh sebelum orang Eropa datang. Bagaimana menyatukan mereka semua ini supaya merasa “saya bangsa Indonesia” dan bukannya “saya bangsa Jawa” atau “Aceh”? Bagaimana menyatukan kultur yang bejibun ragamnya ini tanpa menyeragamkan mereka?
Dan kita juga harus melihat jalannya sejarah kemerdekaan Indonesia yang jauh dari mulus. Perang berdarah-darah dari 1945 sampai 1949. Setelah berdaulat pun perang demi perang melawan pemberontak harus dilakukan, dari pemberontak komunis, Islamis, separatis, federalis … semua demi mempertahankan ide nasionalisme ‘Indonesia’. Lha kapan bisa mulai membangun kalau pemerintah masih sibuk dengan menggalang persatuan dan menumpas pemberontak? Bagaimana bisa membangun kalau pemasukan negara mayoritas hanya dari perkebunan karet sementara belanja militer meroket untuk operasi-operasi penumpasan? Grafik defisit negara ini jelas terlihat kalau kita mengunjungi Museum BI di Kota Tua Jakarta.
Jadi kalau lain kali jalan-jalan ke Singapura dan Malaysia, tidak usah iri kenapa rumput tetangga terlihat lebih hijau.
Myanmar. Ini negara yang secara geografis tidak se-menantang Indonesia dan jumlah etnis tidak sebanyak Indonesia, walaupun sumber daya alam bisa dibilang sama kaya. Apakah Myanmar lebih maju dari Indonesia karena bekas jajahan Inggris? Negara ini stagnan karena puluhan tahun hidup di bawah tangan besi junta militer yang korup dan sangat percaya tahayul. Nasionalisme mereka juga sangat berdasarkan satu suku yang dominan yaitu Burma, sehingga suku-suku minoritas lain banyak memberontak seperti orang Karens dan Rohingya.
Nigeria. Ini negara yang kaya minyak dan salah satu populasi terbesar di Afrika. Apakah mereka lebih maju dari Indonesia? Salah satu indikasi adalah teroris Boko Haram yang sangat kuat dan susah ditumpas di negara bagian yang terbelakang. Ini menunjukkan sulitnya memeratakan ekonomi dan pembangunan di negara itu, padahal bukan kepulauan seperti Indonesia.
Sri Lanka dan Bangladesh. Walaupun dua negara Asia Selatan ini mulai menata diri dan ekonominya berkembang, apakah sebagai bekas jajahan Inggris mereka lebih maju daripada Indonesia?
KESIMPULAN
Kemajuan suatu negara tidak bisa diukur dari siapa penjajahnya tapi dari kondisi geografis, demografis, jalannya sejarah dan kultur sosial.
Dan kalau kita membanding-bandingkan Indonesia dengan negara lain, kadang tidak fair karena tantangan di negeri ini berbeda.

Jangan lupa share artikel ini agar bisa bermanfaat untuk orang lain. Berbagilah sesuatu yang bermanfaat :)

Komentar